Jumat, 01 Februari 2008

ABSTRAKSI TESIS

ABSTRAK

Perkawinan beda agama adalah masalah klasik yang tak pernah berhenti menggelisahkan pikiran dan mengundang perdebatan banyak kalangan. Oleh karenanya, perkawinan beda agama tetap menjadi isu menarik yang menjadi bahan diskusi dan perdebatan di kalangan pemikir dan praktisi hukum. Sebagai salah satu lembaga pemegang otoritas fatwa, MUI telah mengeluarkan putusan fatwa mengenai pengharaman kawin beda agama melalui keputusan Nomor: 05/Kep/Munas II/MUI/ 1980 tanggal 1 Juni 1980 dan Nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 tanggal 28 Juli 2005.

Jeda waktu yang panjang antara fatwa 1980 dan fatwa 2005 tidak mengubah diktum fatwa secara signifikan. Fatwa 1980 mengharamkan perkawinan Wanita Muslimah dengan pria non-Muslim dan juga sebaliknya. Sedangkan fatwa 2005 kembali menegaskan keharaman semua varian perkawinan beda agama dan menyatakannya tidak sah. Secara sosiologis, keputusan hukum merupakan hasil interaksi sosial dan akan menunjukkan dinamika yang terjadi dalam sebuah komunitas masyarakat. Namun rentang waktu 25 tahun antara tahun 1980 hingga 2005 tidak mengubah pendirian MUI untuk tetap mengambil keputusan yang 'melampaui' apa yang tersurat dalam nas}s} dengan mengharamkan semua bentuk perkawinan antaragama. Padahal secara lugas al-Qur`an (Qs. Al-Ma>`idah [5]: 5) memperkenankan pria Muslim untuk menikahi wanita ahlul kitab. Di samping pertanyaan penting bagaimana fatwa MUI mengenai kawin beda agama tahun 1980 dan 2005, pertanyaan mengenai latar belakang sosio-historis yang menyertai munculnya dua keputusan fatwa ini juga menjadi signifikan untuk ditelisik lebih jauh mengenai sejarah sosial lahirnya keputusan hukum tersebut.

Studi ini merupakan studi kepustakaan yang bertumpu pada data primer teks fatwa MUI Nomor: 05/Kep/Munas II/MUI/1980 dan Nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005. Tahap awal analisis diarahkan pada teks fatwa secara objektif dengan menggunakan teknik content analysis, sehingga kandungan teks tergambar secara detil. Tahap selanjutnya adalah menelisik aspek politik dan sosio-historis yang mengiringi lahirnya kedua fatwa tersebut, sehingga teks fatwa dapat dipahami secara utuh. Kesimpulan studi ini dihasilkan melalui metode deduktif, induktif, sekaligus komparatif.

Studi ini menemukan bahwa (a) Teks fatwa 1980 dan 2005 menetapkan status keharaman segala bentuk perkawinan beda agama, berbeda dengan apa yang tersurat dalam nass mengenai kebolehan menikahi wanita kitabiyah. Penetapan ini didukung dengan topik-topik minor yang berkaitan dengan wacana perkawinan beda agama seperti golongan ahlul kitab, maslahah/madharat perkawinan beda agama, ketentraman hidup, kriteria memilih pasangan hidup, dan juga persoalan pendidikan anak. Dalil-dalil al-Qur`an, hadis, dan pertimbangan kemaslahatan yang dijadikan landasan hukum pengharaman kawin beda agama dipaparkan secara panjang lebar sebagai detil-detil untuk menguatkan opini bahwa perkawinan Muslim dengan non-Muslim adalah perkawinan terlarang dan tidak sah. (b) Teks fatwa kawin beda agama MUI tidak muncul dalam ruang hampa. Fatwa tahun 1980 dan 2005 lahir dari 'rahim' masyarakat yang berbeda. Fatwa pelarangan kawin beda agama tahun 1980, muncul dari rentetan peristiwa demi peristiwa yang dipicu oleh perebutan pengaruh baik secara sosial maupun politik antara Islam dan Kristen. Sementara fatwa tahun 2005 ditetapkan seiring semaraknya pemikiran Islam berhaluan liberal, di mana salah satu agenda yang diusung adalah mengamandemen regulasi perkawinan antaragama.

Temuan dari penelitian ini memberikan data dan informasi konkret bahwa sebuah keputusan hukum tidak hanya dihasilkan berdasarkan pertimbangan normatif semata namun juga dipengaruhi oleh kondisi sosial politik di mana hukum itu diputuskan. DAlam fatwa kawin beda agama tahun 1980 dan 2005 MUI lebih mengedepankan logika dakwah untuk menjaga dan mengayomi umat daripada logika hukum secara obyektif.

Tidak ada komentar: